Friday 5 September 2014

Miracle (Part 2)

Dia masih berusaha melontarkan banyak kata maaf padaku, tapi entah hatiku masih beku untuk menerimanya kembali. Bukan sebuah masalah perjodohan yang sedang ku perdebatkan dengan hatiku sendiri. Tatanan kebohongan yang sedikitnya merusak hatiku, aku hanya berfikir bahwa tak mungkin ada sebuah perasaan manis pada putra bangsawan terkenal dari Inggris. Bodoh jika aku memimpikannya dan sedari kemarin tak menyadarinya. Aku bahkan bukan anak orang yang benar-benar terpandang. Aku tidak bisa berfikir jernih nyatanya hal ini terus menggusarkan diriku sendiri. Kurasa aku harus memaafkannya kurasa juga tidak. Hal yang sepele tidak harus terlalu membuatku sepanik ini. Terjangan angin topan tak dapat kuhadapi semudah mencabut rumput liar di halaman belakang rumah. Apa resiko yang akan kudapatkan setelah ini? Apakah ternyata Jane dan Jessie adalah putri juga? Apakah ternyata Marrie lah putri yang akan dijodohkan dengan pangeran ini? Baiklah kini dia kumaafkan.
Walaupun di antara kami masih ada kegusaran yang amat-amat erat tapi kami masih tak canggung untuk saling bicara. Kali ini aku akan membulatkan niatku untuk bersikap seperti biasa. Walau sebenarnya aku telah terperosok jurang tanpa dasar yang mendesakku untuk mati, “Menurutmu apa yang mereka incar?” tanyaku masih sedikit ragu, “Kurasa mereka mengincar ini” katanya sembari menarik kalung yang selama ini tersembunyi di kerahnya yang tinggi, sekilas dari yang kulihat kalung itu berbandul liontin bundar mengkilap. Aster membuka liontin itu dan menunjukkan isinya padaku, “Ini berlian pewaris tahta kerajaan, berlian ini sangatlah berharga, harganya sepertiga tanah Inggris. Berlian ini adalah bukti kekuasaan. Pewaris tahta dan Raja dari kerajaan pasti memiliki ini kemudian akan terus diwariskan oleh cucunya.” Aku mengangguk, memang benar berlian ini nampak sangat berharga dan cantik, “Jadi kurasa mereka tahu kau ini pangeran. Tapi untuk apa Italia?” tanyaku, “Aku tak tahu pasti hanya saja itu tak penting.” Ya dia benar lagi, yang penting sekarang bagaimana kita pulang.
Aku memeriksa dompetku dan syukurlah masih ada cukup uang untuk makan dan naik pesawat menuju California. Ah cerobohnya aku, mata uang Italia dan mata uang Amerika berbeda. Dan aku yakin atm ku telah di blokir karena perkiraan mom dan dad aku diculik dan semua hartaku diambil. Pasti Inggris juga sedang heboh kehilangan pangeran kecil cerdik mereka. Mungkin berita ini telah beredar hampir di seluruh dunia.
Dari kejauhan nampak kerumunan pejalan kaki menuju ke arah yang sama dengan kami. Jalan menjadi beraspal, lampu jalan mulai terlihat saat kita berbelok ke kanan. Jalan raya sangat ramai. Jalan yang tak panas juga tak dingin, standart saja. Apakah ini adalah Roma? Bayangan Colosseum yang mengerikan. Aster berfikir mungkin dengan bahasa inggris kita bisa bicara pada orang-orang di sini, ternyata benar. Seorang pemuda yang kami tanyai mengerti apa yang kami katakan bahkan pemuda itu menyangka Aster adalah pangeran Inggris itu. Memang tepat, tapi dengan cepat aku membelanya dan mengatakan itu hanya tuduhan semata. Aster mendekatkan wajahnya padaku dan berterimakasih. Kemudian tersenyum dengan senyuman manisnya. Oh… kurasa aku terbang lagi. Aster mengajakku pergi ke toko perhiasan.
“Untuk apa kemari? Jangan berfikir kau akan menjual berlian itu?” tanyaku tegang. Aster tertawa pelan, “Apa menurutmu begitu? Memang berlian tapi bukan yang itu.” jawabnya sembari mengeluarkan sekotak kecil berisi 2 berlian, “Inilah cara agar aku tetap hidup di negara orang.” katanya sambil berbisik. Ternyata suara berisik yang berasal dari tasnya adalah berlian, lantas saja suaranya sangat mengganggu. Aku menggelengkan kepalaku sambil tertawa pelan. Cerdik benar pangeran kecil ini.
Aster memberikan 1 berlian itu pada pemilik toko. Pemilik toko itu mengerutkan dahi, “Berlian langka dari Inggris?” tanyanya pada kami, “Tentu” jawab Aster. Pemilik toko kegirangan, dia memberi kami amplop besar berisi uang. Dengan cepat kami keluar dan bersikap normal agar tidak ada yang curiga.
Kami menuju restoran Pizza, Pizza Italia benar-benar nikmat. Kami makan ditemani suasana nyaman Italia, juga musik khasnya.
“Aku baru pertama kali ke Italia.” ucapku sambil mengambil telephone untuk diisi battery-nya, “Aku pun begitu, bagaimana jika sempatkan ke Colosseum!” kata Aster girang. Aku berfikir sejenak, ada benarnya juga menyempatkan ke Colosseum dan menonton Gladiator. Lagipula uang tadi benar-benar banyak. Setelah perut dan battery telephone kami terisi penuh kami beranjak menuju jalanan yang ramai dan menyenangkan. Kami menghampiri seorang ibu dengan anaknya di dalam kereta dorong, “Madam, permisi dimana letak Colosseum melalui jalan terdekat?” tanyaku, “Berjalanlah ke Utara di sana terdapat halte!” jawabnya dengan ramah, “Terima kasih madam.”
Aster berlari dan menggandeng tanganku kemudian melepaskannya tepat di bawah pohon teduh. Dia memintaku untuk berpose layaknya model, tawaran itu tak dapat kuhindari. Dia mengeluarkan telephone genggamnya dan memotretku beberapa kali. Sekarang aku memintanya bergiliran, aku memotretnya dengan beberapa pose. Hampir saja aku tak bergerak saat akan menekan tombol potret di telephone genggamku. Aku, memotret pangeran Inggris, beberapa kali. Rasanya aku melayang tinggi, apakah teman-temanku akan percaya bahwa aku benar berjalan bersama pangeran Inggris? Kurasa tidak. Aster berdiri di sebelahku dan mengacungkan telephone genggamnya ke depan, kameranya menghadap wajah kami, dia tersenyum manis, aku juga akan tersenyum manis. Aku ikut mengacungkan telephone genggamku dan memotret kami berdua beberapa kali. Kami melanjutkan berlari menuju halte dan menunggu bus kota yang akan menuju Colosseum. Sebuah bus datang ke arah halte, banyak orang ikut masuk bus, untungnya kami lebih cepat mendapat tempat duduk dibanding yang lain.
Colosseum lebih menarik dari apa yang selama ini berada di benakku, ramai sekali di sini. Pertunjukkan Gladiator akan dimulai 1 jam lagi, waktu yang cukup lama untuk berkeliling dan mengabadikan foto. Kami banyak mengabadikan foto dan 80% adalah foto kami sendiri. Kami meminta salah satu pengunjung memotret kami dengan telephone genggam kami, alhasil keempat pose tercipta. Pada pose kelima kami sangat terkejut karena pengunjung itu membawa kedua ponsel kami. Terjadi pertarungan sengit di antara kami dan pemuda itu. Pemuda itu tak menyerah. Kami mengejarnya dan meminta tolong pada semua orang tetapi pemuda itu berlari hampir keluar Colosseum dan kami memukulnya tepat di pintu keluar. Semua orang bersorak pada kami.
Aku lebih menikmati Gladiator ini ketimbang film ‘Catching Fire’ yang aku tonton bersama Jane dan Jessie. Walaupun aku merasa sedikit takut dengan pertunjukan Gladiator.
Seorang pemuda keluar dan menyambut kami semua dengan singanya, aku mulai merinding dan merungkup dengan memeluk kedua lututku. Aster mengambil tanganku dan menggenggamnya erat, “Tak apa.” Ia tersenyum manis lagi padaku, kali ini aku mulai luluh dan terbiasa. Aku menurunkan kedua kakiku dan tanganku yang masih digenggamnya. Dia menyuruhku bersandar di pundaknya dengan menggiring kepalaku ke pundaknya. Aku merasa sangat nyaman sekali, rasa takutku perlahan surut begitu saja.
Seorang penantang berdiri dengan gagahnya di atas kotak kayu. Seorang penantang itu harus berhasil membunuh singa atau dia yang terbunuh. Aku tak yakin akan keluar dari Colosseum ini setelah pertunjukan selesai. Mungkin sebentar lagi udara siang menuju sore akan menggiringku keluar, dan merasakannya. Aster berjanji akan mengajakku pergi bila aku tak kuat lagi menonton pertunjukkan ini. Pertunjukkan dimulai, aku hanya bergetar ketakutan.
Nyatanya sampai 2 jam tak ada juga yang terbunuh, hanya mereka luka-luka. Tapi semakin lama aku tak kuat melihatnya. Aku mengajak Aster keluar, dengan senang hati Aster keluar bersamaku. Kami menikmati udara sore yang hangat juga lagu selaras khas dari Italia yang membuat banyak orang yang lewat menari. Aku tak kuasa menahan senandung yang diciptakan oleh kedua kaki dan tanganku juga badanku. 3 perempuan kecil menarik tanganku untuk ikut menari bersama-sama. Aku sangat bahagia saat ini entah kenapa, tapi pikiran soal kedua orangtuaku tetap harus kuindahkan meski tak mengusik kebahagianku. Aku rindu mereka Tuhan.
Kami berempat menari seperti anak kecil, aku melihat Aster juga menari bersama yang lain. Ketiga perempuan kecil ini menarikku dan menyatukan tanganku dan Aster. Aster tersenyum padaku kemudian mengajakku menari, Ah tidak apakah aku harus menganggap persoalan ini sebagai kebahagiaan yang terluap? Apakah aku mencintainya? Entahlah yang penting aku saat ini sedang dimanjakan oleh sekitar. Oh Italia aku benar-benar mencintaimu kali ini.
Hari mulai gelap, kami bersiap menuju bandara internasional dan pulang ke California. Untungnya kami membawa paspor, dan pasporku selalu berada di dompetku. Anggap saja kami sampai pada pagi hari, baru saja menginjakkan kaki ke bandara California kerumunan prajurit kerajaan mengepung kedatangan kami. Aster ditarik dengan lembut dan digandeng oleh salah satu pria berpakaian serba ribet. Dan aku ditarik kasar bagai binatang yang akan dikurung. Aku meronta berusaha melepaskan genggaman mereka. Aku takut, sangat takut, bahkan tasku dibawa oleh mereka. Aku terus meronta dan berteriak, saat Aster akan menolongku mereka malah menyuntik tanganku. Apakah ini obat penenang? Bahkan mungkin untuk binatang.
Aku tersadar dari tidur tiada mimpi. Aku terbangun di jeruji? Apa? Itu tak adil, bahkan jika aku seekor binatang ini tetap tidak adil. Apa salahku hingga jeruji tebal pengap ini menjadi rumah keduaku. Aku ini hanya anak perempuan berumur 16 tahunAku meronta lagi, bahkan terus berteriak. Seorang pria berpakaian besi mendatangiku dan melempar senampan makanan juga segelas air yang keruh. Apa dia bercanda? Apa aku ini hewan? Hewan saja tak sudi menjilatkan lidahnya untuk makanan menjijikkan ini. Perutku mulai lapar, tapi aku akan menahannya hingga aku mati jika perlu tanpa mencicipi sesendok pun makanan buruk ini.
Derapan kaki dari kejauhan membuatku berharap itu adalah manusia penolongku. Lagi-lagi pria yang tadi menyambutku kasar mendatangiku, “Tahanan Jenny keluarga kerajaan ingin bicara padamu!” katanya, suaranya mulai melembut dan tak sekasar pertama kali aku bertemu dengannya. Sang Ratu dan Raja berdiri dengan wibawa. Mereka menatapku dengan air muka bersalah, “Maafkan kami nak telah menuduhmu! Sebagai permintaan maaf dari kami, kau boleh membawa berlian ini” kata Raja sambil memberikan kotak yang sama dengan yang kulihat saat Aster yang membawanya. Aku hanya termenung, “Maaf yang mulia, aku hanya ingin kebebasan, aku tak perlu berlian itu” kataku. Sang Ratu mengelusku, “Tentu itu akan terjadi, pasti” walau begitu suaranya tetap berwibawa. Aster muncul di antara mereka dan memelukku erat, “Maafkan aku Jenny, karena aku kau harus menanggung banyak masalah, maafkan aku” katanya penuh sesal. Aku hanya mengangguk.
Aster mengantarku sampai bandara internasional California lagi. Dia berpakaian seperti rakyat biasa. Aku hanya belum puas melihatnya, jadi aku berusaha menatapnya lebih dalam agar tetap terngiang di benakku. Aster juga menatapku dan mata kami bertemu di suatu titik. Aku ingin menangis melihatnya, “Jadi, hanya begini? Ini waktunya berpisah” ucapnya pelan, dari ucapannya dia seperti membendung air mata yang sangat banyak.
“Iya kau benar, sampai jumpa, semoga hidupmu akan lebih baik” kataku hendak berjalan pergi karena air mata ini bersiap untuk meledak. Aster mencegahku, “Ada yang ingin kubicarakan padamu. Ingat saat aku bertanya tentang menjalin hubungan, mari bertukar nomor” katanya gugup, tapi dia malah menepuk dahinya dan menyesal berkata demikian. Tingkahnya yang penuh kekhawatiran juga terlihat, “Tentu saja, kita akan berada di luar jangkauan, mengapa tidak akun sosial saja? Facebook, Twitter, juga Bbm jika aku sudah mendownloadnya” kataku sambil tersenyum. Aster tersenyum padaku, “Pastinya jika aku sudah mendowloadnya juga. Sebenarnya bukan itu yang akan kukatakan” katanya kembali gugup, “Aku mencintaimu, aku mohon kau akan menyetujui hubungan ini, aku akan selalu datang ke California untukmu!” serunya takut, kemudian bibir manisnya mendarat tepat di bibirku. Ciuman pertama untukku, yang takkan kulupakan. Arti dari Ciuman pertama ini adalah ya. Aku seperti melambung melintasi awan cantik dan langit biru yang indah. Aku ingin momen ini tak pernah berakhir. Ingin dia selalu berada di sampingku bila itu perlu. Sesaat kami melepaskannya.
“Ya aku mau, sangat mau! kau tau satu hal?” mungkin aku terlihat sangat girang, “Apa itu?” tanyanya lebih girang, “Ini adalah yang pertama!” bisikku padanya, “Aku juga” dia kembali berbisik dan kami berpelukan untuk salam perpisahan. Aku berlari menuju taksi, aku melambaikan tanganku tepat air mataku tak bisa terbendung lagi. Mobil ini melaju dengan cepat meninggalkan bandara menuju rumah yang kurindukan.
Aku membuka pintu yang terlihat berat, kedua manusia masih termenung kehabisan air mata. Memandangi foto beberapa bulan setelah aku lahir, “Aku pulang!” teriakku masih menangis. Mereka berdua masih tak percaya dan terperanjat seakan melihat aku ini hantu. Mereka memelukku dengan hangat aku sangat senang kembali berada dalam dekapan mereka. Yah kudengar beberapa lontaran nasehat yang kuterima. Tapi aku tetap senang aku kembali dengan tasku dan kenangan bersamaku. Apa yang akan kulakukan setelah ini.
Pagi ini aku mengajak Jane dan Jessie bermain ke rumahku, mereka membawa PR musim panas mereka juga. Aku telah menceritakan kisahku berkali-kali pada orang yang bertanya kemana aku pergi 3 hari ini. Sebenarnya yang kuceritakan hanya sedikit, dan mereka tak percaya aku pergi bersama pangeran yang hilang. Mereka pikir aku pengarang cerita yang gila dan bermimpi bertemu pangeran Antonio, aku hanya tak mengindahkannya. Mereka akan memiliki buktinya suatu saat nanti. Tapi, aku bercerita banyak pada kedua sahabatku ini, terkadang aku menunjukkan fotoku dan Aster pada mereka. Awalnya mereka pikir aku hanya bergurau. Tapi setelah banyak foto kutunjukkan pada mereka akhirnya mereka percaya. Kukira mereka akan terus beraggapan aku hanya penggemar berat pangeran Antonio.
Televisi yang sedari tadi menyala di kamar tak kami pedulikan, bahkan kami biarkan. Kami sibuk mengobrol soal pangeran Antonio. Tetapi seorang pembawa acara terkenal dari tv internasional berkata “Pangeran Antonio Sebastian yang hilang” aku terkejut dan melompat hingga aku berada tepat di depan televisi. Saat itu Aster datang dan melambaikan tangannya. Dia sangat tampan, tapi kali ini dia tak memakai wignya lagi, “Apa? Antonio memotong dan mengecat rambutnya seperti yang ada di ponselmu Jenny!” mereka berteriak sangat tak menyangka hal itu terjadi. Ternyata sedari tadi mereka belum percaya hal itu benar-benar terjadi. Biarlah mereka, konyol sekali.
“Hai Pangeran Antonio! Bagaimana kau bisa lari dari kerajaan?”
“Yah, aku tertekan kurasa.”
“Bagaimana dengan wanita yang ada di layar itu?”
“Hahaha bagaimana kau bisa mendapatkan fotonya? Dia sangat cantik bukan?”
“Ya, benar hahaha, rambutmu bisa berubah secepat kau mau? Itu sungguh menggelikan hingga kau punya sisir ajaib hahaha!”
“Yah aku harap begitu, bagaimana? Kau lebih suka yang ini?”
“Tentu saja, kau lebih terlihat tampan yang mulia, kurasa pangeran Antonio sedang jatuh cinta!”
“Apa kau bergurau? Kurasa benar juga”
“Hahaha, sekarang apa yang ingin kau katakan pada dunia sekarang ini yang mulia?”
“Aku sangat senang dapat kembali ke kerajaan dengan selamat dan membawa kenangan terindah yang bisa kudapat 3 hari kemarin. Andai tak ada Jenny Margaretha, aku tak akan bisa selamat sampai istana. Dan aku akan berjanji tak akan memakai wig bodoh itu lagi, terimakasih untuk Italia, Colosseum dan rakyat Roma yang mendukung kami. Kurasa banyak kenangan yang akan kami habiskan disana suatu saat nanti. Aku harap kau menjaga hatiku dengan baik Jenny, tunggu aku menjemputmu” Diakhiri lambaian tangan pada kamera. Air mukanya terlihat senang sekali, seluruh dunia melihat fotoku dan Aster sedang bersama di bandara internasional California dan Colosseum, untung saja bukan saat itu.
Berita sekilas ini mungkin akan diulang berkali-kali di seluruh belahan dunia, atau Aster akan sangat sibuk kesana kemari menghadiri acara Coffee Break mewah. Jane dan Jessie masih menganga di belakangku. Mereka masih tak percaya akan hal ini. Aku pura-pura tak memperhatikan televisi, aku membalikan badan dan kembali mengerjakkan PR musim panasku. Jane dan Jessie menatapku, aku hanya tersenyum. Seketika ponselku berdering banyak sekali pesan yang masuk. Mereka semua menanyakan keadaanku dan hubunganku dengan pangeran Antonio.
Aku hanya berharap benar hubungan ini akan bertahan dan kembali bersemi selamanya di Italia. Thanks Italia, Roma, Colosseum. Kenangan 3 hari itu tak akan kulupakan.
Cerpen Karangan: Fatimah Rizqi Salam. H

Unknown

Artikel Boleh Di Sebar Luaskan Dan Jangan Lupa Sertakan Link Sumbernya

0 komentar:

Post a Comment

Tinggalkan Komentar anda di sini !

 

Copyright @ 2014 Aditya Blogz.

Designed by MR Save | Aditya Blogz