Dia masih berusaha melontarkan banyak kata maaf padaku, tapi entah
hatiku masih beku untuk menerimanya kembali. Bukan sebuah masalah
perjodohan yang sedang ku perdebatkan dengan hatiku sendiri. Tatanan
kebohongan yang sedikitnya merusak hatiku, aku hanya berfikir bahwa tak
mungkin ada sebuah perasaan manis pada putra bangsawan terkenal dari
Inggris. Bodoh jika aku memimpikannya dan sedari kemarin tak
menyadarinya. Aku bahkan bukan anak orang yang benar-benar terpandang.
Aku tidak bisa berfikir jernih nyatanya hal ini terus menggusarkan
diriku sendiri. Kurasa aku harus memaafkannya kurasa juga tidak. Hal
yang sepele tidak harus terlalu membuatku sepanik ini. Terjangan angin
topan tak dapat kuhadapi semudah mencabut rumput liar di halaman
belakang rumah. Apa resiko yang akan kudapatkan setelah ini? Apakah
ternyata Jane dan Jessie adalah putri juga? Apakah ternyata Marrie lah
putri yang akan dijodohkan dengan pangeran ini? Baiklah kini dia
kumaafkan.
Walaupun di antara kami masih ada kegusaran yang amat-amat erat tapi
kami masih tak canggung untuk saling bicara. Kali ini aku akan
membulatkan niatku untuk bersikap seperti biasa. Walau sebenarnya aku
telah terperosok jurang tanpa dasar yang mendesakku untuk mati,
“Menurutmu apa yang mereka incar?” tanyaku masih sedikit ragu, “Kurasa
mereka mengincar ini” katanya sembari menarik kalung yang selama ini
tersembunyi di kerahnya yang tinggi, sekilas dari yang kulihat kalung
itu berbandul liontin bundar mengkilap. Aster membuka liontin itu dan
menunjukkan isinya padaku, “Ini berlian pewaris tahta kerajaan, berlian
ini sangatlah berharga, harganya sepertiga tanah Inggris. Berlian ini
adalah bukti kekuasaan. Pewaris tahta dan Raja dari kerajaan pasti
memiliki ini kemudian akan terus diwariskan oleh cucunya.” Aku
mengangguk, memang benar berlian ini nampak sangat berharga dan cantik,
“Jadi kurasa mereka tahu kau ini pangeran. Tapi untuk apa Italia?”
tanyaku, “Aku tak tahu pasti hanya saja itu tak penting.” Ya dia benar
lagi, yang penting sekarang bagaimana kita pulang.
Aku memeriksa dompetku dan syukurlah masih ada cukup uang untuk makan
dan naik pesawat menuju California. Ah cerobohnya aku, mata uang Italia
dan mata uang Amerika berbeda. Dan aku yakin atm ku telah di blokir
karena perkiraan mom dan dad aku diculik dan semua hartaku diambil.
Pasti Inggris juga sedang heboh kehilangan pangeran kecil cerdik mereka.
Mungkin berita ini telah beredar hampir di seluruh dunia.
Dari kejauhan nampak kerumunan pejalan kaki menuju ke arah yang sama
dengan kami. Jalan menjadi beraspal, lampu jalan mulai terlihat saat
kita berbelok ke kanan. Jalan raya sangat ramai. Jalan yang tak panas
juga tak dingin, standart saja. Apakah ini adalah Roma? Bayangan
Colosseum yang mengerikan. Aster berfikir mungkin dengan bahasa inggris
kita bisa bicara pada orang-orang di sini, ternyata benar. Seorang
pemuda yang kami tanyai mengerti apa yang kami katakan bahkan pemuda itu
menyangka Aster adalah pangeran Inggris itu. Memang tepat, tapi dengan
cepat aku membelanya dan mengatakan itu hanya tuduhan semata. Aster
mendekatkan wajahnya padaku dan berterimakasih. Kemudian tersenyum
dengan senyuman manisnya. Oh… kurasa aku terbang lagi. Aster mengajakku
pergi ke toko perhiasan.
“Untuk apa kemari? Jangan berfikir kau akan menjual berlian itu?”
tanyaku tegang. Aster tertawa pelan, “Apa menurutmu begitu? Memang
berlian tapi bukan yang itu.” jawabnya sembari mengeluarkan sekotak
kecil berisi 2 berlian, “Inilah cara agar aku tetap hidup di negara
orang.” katanya sambil berbisik. Ternyata suara berisik yang berasal
dari tasnya adalah berlian, lantas saja suaranya sangat mengganggu. Aku
menggelengkan kepalaku sambil tertawa pelan. Cerdik benar pangeran kecil
ini.
Aster memberikan 1 berlian itu pada pemilik toko. Pemilik toko itu
mengerutkan dahi, “Berlian langka dari Inggris?” tanyanya pada kami,
“Tentu” jawab Aster. Pemilik toko kegirangan, dia memberi kami amplop
besar berisi uang. Dengan cepat kami keluar dan bersikap normal agar
tidak ada yang curiga.
Kami menuju restoran Pizza, Pizza Italia benar-benar nikmat. Kami makan ditemani suasana nyaman Italia, juga musik khasnya.
“Aku baru pertama kali ke Italia.” ucapku sambil mengambil telephone
untuk diisi battery-nya, “Aku pun begitu, bagaimana jika sempatkan ke
Colosseum!” kata Aster girang. Aku berfikir sejenak, ada benarnya juga
menyempatkan ke Colosseum dan menonton Gladiator. Lagipula uang tadi
benar-benar banyak. Setelah perut dan battery telephone kami terisi
penuh kami beranjak menuju jalanan yang ramai dan menyenangkan. Kami
menghampiri seorang ibu dengan anaknya di dalam kereta dorong, “Madam,
permisi dimana letak Colosseum melalui jalan terdekat?” tanyaku,
“Berjalanlah ke Utara di sana terdapat halte!” jawabnya dengan ramah,
“Terima kasih madam.”
Aster berlari dan menggandeng tanganku kemudian melepaskannya tepat
di bawah pohon teduh. Dia memintaku untuk berpose layaknya model,
tawaran itu tak dapat kuhindari. Dia mengeluarkan telephone genggamnya
dan memotretku beberapa kali. Sekarang aku memintanya bergiliran, aku
memotretnya dengan beberapa pose. Hampir saja aku tak bergerak saat akan
menekan tombol potret di telephone genggamku. Aku, memotret pangeran
Inggris, beberapa kali. Rasanya aku melayang tinggi, apakah
teman-temanku akan percaya bahwa aku benar berjalan bersama pangeran
Inggris? Kurasa tidak. Aster berdiri di sebelahku dan mengacungkan
telephone genggamnya ke depan, kameranya menghadap wajah kami, dia
tersenyum manis, aku juga akan tersenyum manis. Aku ikut mengacungkan
telephone genggamku dan memotret kami berdua beberapa kali. Kami
melanjutkan berlari menuju halte dan menunggu bus kota yang akan menuju
Colosseum. Sebuah bus datang ke arah halte, banyak orang ikut masuk bus,
untungnya kami lebih cepat mendapat tempat duduk dibanding yang lain.
Colosseum lebih menarik dari apa yang selama ini berada di benakku,
ramai sekali di sini. Pertunjukkan Gladiator akan dimulai 1 jam lagi,
waktu yang cukup lama untuk berkeliling dan mengabadikan foto. Kami
banyak mengabadikan foto dan 80% adalah foto kami sendiri. Kami meminta
salah satu pengunjung memotret kami dengan telephone genggam kami,
alhasil keempat pose tercipta. Pada pose kelima kami sangat terkejut
karena pengunjung itu membawa kedua ponsel kami. Terjadi pertarungan
sengit di antara kami dan pemuda itu. Pemuda itu tak menyerah. Kami
mengejarnya dan meminta tolong pada semua orang tetapi pemuda itu
berlari hampir keluar Colosseum dan kami memukulnya tepat di pintu
keluar. Semua orang bersorak pada kami.
Aku lebih menikmati Gladiator ini ketimbang film ‘Catching Fire’ yang
aku tonton bersama Jane dan Jessie. Walaupun aku merasa sedikit takut
dengan pertunjukan Gladiator.
Seorang pemuda keluar dan menyambut kami semua dengan singanya, aku
mulai merinding dan merungkup dengan memeluk kedua lututku. Aster
mengambil tanganku dan menggenggamnya erat, “Tak apa.” Ia tersenyum
manis lagi padaku, kali ini aku mulai luluh dan terbiasa. Aku menurunkan
kedua kakiku dan tanganku yang masih digenggamnya. Dia menyuruhku
bersandar di pundaknya dengan menggiring kepalaku ke pundaknya. Aku
merasa sangat nyaman sekali, rasa takutku perlahan surut begitu saja.
Seorang penantang berdiri dengan gagahnya di atas kotak kayu. Seorang
penantang itu harus berhasil membunuh singa atau dia yang terbunuh. Aku
tak yakin akan keluar dari Colosseum ini setelah pertunjukan selesai.
Mungkin sebentar lagi udara siang menuju sore akan menggiringku keluar,
dan merasakannya. Aster berjanji akan mengajakku pergi bila aku tak kuat
lagi menonton pertunjukkan ini. Pertunjukkan dimulai, aku hanya
bergetar ketakutan.
Nyatanya sampai 2 jam tak ada juga yang terbunuh, hanya mereka
luka-luka. Tapi semakin lama aku tak kuat melihatnya. Aku mengajak Aster
keluar, dengan senang hati Aster keluar bersamaku. Kami menikmati udara
sore yang hangat juga lagu selaras khas dari Italia yang membuat banyak
orang yang lewat menari. Aku tak kuasa menahan senandung yang
diciptakan oleh kedua kaki dan tanganku juga badanku. 3 perempuan kecil
menarik tanganku untuk ikut menari bersama-sama. Aku sangat bahagia saat
ini entah kenapa, tapi pikiran soal kedua orangtuaku tetap harus
kuindahkan meski tak mengusik kebahagianku. Aku rindu mereka Tuhan.
Kami berempat menari seperti anak kecil, aku melihat Aster juga
menari bersama yang lain. Ketiga perempuan kecil ini menarikku dan
menyatukan tanganku dan Aster. Aster tersenyum padaku kemudian
mengajakku menari, Ah tidak apakah aku harus menganggap persoalan ini
sebagai kebahagiaan yang terluap? Apakah aku mencintainya? Entahlah yang
penting aku saat ini sedang dimanjakan oleh sekitar. Oh Italia aku
benar-benar mencintaimu kali ini.
Hari mulai gelap, kami bersiap menuju bandara internasional dan
pulang ke California. Untungnya kami membawa paspor, dan pasporku selalu
berada di dompetku. Anggap saja kami sampai pada pagi hari, baru saja
menginjakkan kaki ke bandara California kerumunan prajurit kerajaan
mengepung kedatangan kami. Aster ditarik dengan lembut dan digandeng
oleh salah satu pria berpakaian serba ribet. Dan aku ditarik kasar bagai
binatang yang akan dikurung. Aku meronta berusaha melepaskan genggaman
mereka. Aku takut, sangat takut, bahkan tasku dibawa oleh mereka. Aku
terus meronta dan berteriak, saat Aster akan menolongku mereka malah
menyuntik tanganku. Apakah ini obat penenang? Bahkan mungkin untuk
binatang.
Aku tersadar dari tidur tiada mimpi. Aku terbangun di jeruji? Apa?
Itu tak adil, bahkan jika aku seekor binatang ini tetap tidak adil. Apa
salahku hingga jeruji tebal pengap ini menjadi rumah keduaku. Aku ini
hanya anak perempuan berumur 16 tahunAku meronta lagi, bahkan terus
berteriak. Seorang pria berpakaian besi mendatangiku dan melempar
senampan makanan juga segelas air yang keruh. Apa dia bercanda? Apa aku
ini hewan? Hewan saja tak sudi menjilatkan lidahnya untuk makanan
menjijikkan ini. Perutku mulai lapar, tapi aku akan menahannya hingga
aku mati jika perlu tanpa mencicipi sesendok pun makanan buruk ini.
Derapan kaki dari kejauhan membuatku berharap itu adalah manusia
penolongku. Lagi-lagi pria yang tadi menyambutku kasar mendatangiku,
“Tahanan Jenny keluarga kerajaan ingin bicara padamu!” katanya, suaranya
mulai melembut dan tak sekasar pertama kali aku bertemu dengannya. Sang
Ratu dan Raja berdiri dengan wibawa. Mereka menatapku dengan air muka
bersalah, “Maafkan kami nak telah menuduhmu! Sebagai permintaan maaf
dari kami, kau boleh membawa berlian ini” kata Raja sambil memberikan
kotak yang sama dengan yang kulihat saat Aster yang membawanya. Aku
hanya termenung, “Maaf yang mulia, aku hanya ingin kebebasan, aku tak
perlu berlian itu” kataku. Sang Ratu mengelusku, “Tentu itu akan
terjadi, pasti” walau begitu suaranya tetap berwibawa. Aster muncul di
antara mereka dan memelukku erat, “Maafkan aku Jenny, karena aku kau
harus menanggung banyak masalah, maafkan aku” katanya penuh sesal. Aku
hanya mengangguk.
Aster mengantarku sampai bandara internasional California lagi. Dia
berpakaian seperti rakyat biasa. Aku hanya belum puas melihatnya, jadi
aku berusaha menatapnya lebih dalam agar tetap terngiang di benakku.
Aster juga menatapku dan mata kami bertemu di suatu titik. Aku ingin
menangis melihatnya, “Jadi, hanya begini? Ini waktunya berpisah” ucapnya
pelan, dari ucapannya dia seperti membendung air mata yang sangat
banyak.
“Iya kau benar, sampai jumpa, semoga hidupmu akan lebih baik” kataku
hendak berjalan pergi karena air mata ini bersiap untuk meledak. Aster
mencegahku, “Ada yang ingin kubicarakan padamu. Ingat saat aku bertanya
tentang menjalin hubungan, mari bertukar nomor” katanya gugup, tapi dia
malah menepuk dahinya dan menyesal berkata demikian. Tingkahnya yang
penuh kekhawatiran juga terlihat, “Tentu saja, kita akan berada di luar
jangkauan, mengapa tidak akun sosial saja? Facebook, Twitter, juga Bbm
jika aku sudah mendownloadnya” kataku sambil tersenyum. Aster tersenyum
padaku, “Pastinya jika aku sudah mendowloadnya juga. Sebenarnya bukan
itu yang akan kukatakan” katanya kembali gugup, “Aku mencintaimu, aku
mohon kau akan menyetujui hubungan ini, aku akan selalu datang ke
California untukmu!” serunya takut, kemudian bibir manisnya mendarat
tepat di bibirku. Ciuman pertama untukku, yang takkan kulupakan. Arti
dari Ciuman pertama ini adalah ya. Aku seperti melambung melintasi awan
cantik dan langit biru yang indah. Aku ingin momen ini tak pernah
berakhir. Ingin dia selalu berada di sampingku bila itu perlu. Sesaat
kami melepaskannya.
“Ya aku mau, sangat mau! kau tau satu hal?” mungkin aku terlihat sangat
girang, “Apa itu?” tanyanya lebih girang, “Ini adalah yang pertama!”
bisikku padanya, “Aku juga” dia kembali berbisik dan kami berpelukan
untuk salam perpisahan. Aku berlari menuju taksi, aku melambaikan
tanganku tepat air mataku tak bisa terbendung lagi. Mobil ini melaju
dengan cepat meninggalkan bandara menuju rumah yang kurindukan.
Aku membuka pintu yang terlihat berat, kedua manusia masih termenung
kehabisan air mata. Memandangi foto beberapa bulan setelah aku lahir,
“Aku pulang!” teriakku masih menangis. Mereka berdua masih tak percaya
dan terperanjat seakan melihat aku ini hantu. Mereka memelukku dengan
hangat aku sangat senang kembali berada dalam dekapan mereka. Yah
kudengar beberapa lontaran nasehat yang kuterima. Tapi aku tetap senang
aku kembali dengan tasku dan kenangan bersamaku. Apa yang akan kulakukan
setelah ini.
Pagi ini aku mengajak Jane dan Jessie bermain ke rumahku, mereka
membawa PR musim panas mereka juga. Aku telah menceritakan kisahku
berkali-kali pada orang yang bertanya kemana aku pergi 3 hari ini.
Sebenarnya yang kuceritakan hanya sedikit, dan mereka tak percaya aku
pergi bersama pangeran yang hilang. Mereka pikir aku pengarang cerita
yang gila dan bermimpi bertemu pangeran Antonio, aku hanya tak
mengindahkannya. Mereka akan memiliki buktinya suatu saat nanti. Tapi,
aku bercerita banyak pada kedua sahabatku ini, terkadang aku menunjukkan
fotoku dan Aster pada mereka. Awalnya mereka pikir aku hanya bergurau.
Tapi setelah banyak foto kutunjukkan pada mereka akhirnya mereka
percaya. Kukira mereka akan terus beraggapan aku hanya penggemar berat
pangeran Antonio.
Televisi yang sedari tadi menyala di kamar tak kami pedulikan, bahkan
kami biarkan. Kami sibuk mengobrol soal pangeran Antonio. Tetapi
seorang pembawa acara terkenal dari tv internasional berkata “Pangeran
Antonio Sebastian yang hilang” aku terkejut dan melompat hingga aku
berada tepat di depan televisi. Saat itu Aster datang dan melambaikan
tangannya. Dia sangat tampan, tapi kali ini dia tak memakai wignya lagi,
“Apa? Antonio memotong dan mengecat rambutnya seperti yang ada di
ponselmu Jenny!” mereka berteriak sangat tak menyangka hal itu terjadi.
Ternyata sedari tadi mereka belum percaya hal itu benar-benar terjadi.
Biarlah mereka, konyol sekali.
“Hai Pangeran Antonio! Bagaimana kau bisa lari dari kerajaan?”
“Yah, aku tertekan kurasa.”
“Bagaimana dengan wanita yang ada di layar itu?”
“Hahaha bagaimana kau bisa mendapatkan fotonya? Dia sangat cantik bukan?”
“Ya, benar hahaha, rambutmu bisa berubah secepat kau mau? Itu sungguh menggelikan hingga kau punya sisir ajaib hahaha!”
“Yah aku harap begitu, bagaimana? Kau lebih suka yang ini?”
“Tentu saja, kau lebih terlihat tampan yang mulia, kurasa pangeran Antonio sedang jatuh cinta!”
“Apa kau bergurau? Kurasa benar juga”
“Hahaha, sekarang apa yang ingin kau katakan pada dunia sekarang ini yang mulia?”
“Aku sangat senang dapat kembali ke kerajaan dengan selamat dan membawa
kenangan terindah yang bisa kudapat 3 hari kemarin. Andai tak ada Jenny
Margaretha, aku tak akan bisa selamat sampai istana. Dan aku akan
berjanji tak akan memakai wig bodoh itu lagi, terimakasih untuk Italia,
Colosseum dan rakyat Roma yang mendukung kami. Kurasa banyak kenangan
yang akan kami habiskan disana suatu saat nanti. Aku harap kau menjaga
hatiku dengan baik Jenny, tunggu aku menjemputmu” Diakhiri lambaian
tangan pada kamera. Air mukanya terlihat senang sekali, seluruh dunia
melihat fotoku dan Aster sedang bersama di bandara internasional
California dan Colosseum, untung saja bukan saat itu.
Berita sekilas ini mungkin akan diulang berkali-kali di seluruh
belahan dunia, atau Aster akan sangat sibuk kesana kemari menghadiri
acara Coffee Break mewah. Jane dan Jessie masih menganga di belakangku.
Mereka masih tak percaya akan hal ini. Aku pura-pura tak memperhatikan
televisi, aku membalikan badan dan kembali mengerjakkan PR musim
panasku. Jane dan Jessie menatapku, aku hanya tersenyum. Seketika
ponselku berdering banyak sekali pesan yang masuk. Mereka semua
menanyakan keadaanku dan hubunganku dengan pangeran Antonio.
Aku hanya berharap benar hubungan ini akan bertahan dan kembali bersemi
selamanya di Italia. Thanks Italia, Roma, Colosseum. Kenangan 3 hari itu
tak akan kulupakan.
Cerpen Karangan: Fatimah Rizqi Salam. H
Friday 5 September 2014
04:09
MR: Save
Unknown
Artikel Boleh Di Sebar Luaskan Dan Jangan Lupa Sertakan Link Sumbernya
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Tinggalkan Komentar anda di sini !