Saturday, 31 May 2014

Insinerasi

Insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah pada suatu tungku pembakaran.Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi materi padat menjadi materi gas (gas buang), serta materi padatan yang sulit terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu (fly ash). Panas yang dihasilkan dari proses insinerasi juga dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi suatu materi menjadi materi lain dan energi, misalnya untuk pembangkitan listrik dan air panas. Di beberapa negara maju, teknologi insinerasi sudah diterapkan dengan kapasitas besar (skala kota).  Teknologi insinerator skala besar terus berkembang, khususnya dengan banyaknya penolakan akan teknologi ini yang dianggap bermasalah dalam sudut pencemaran udara.
Salah satu kelebihan yang dikembangkan terus dalam teknologi terbaru dari insinerator ini adalah pemanfaatan enersi, sehingga nama insinerator cenderung berubah seperti waste-to-energy, thermal converter  Insinerasi merupakan proses pengolahan buangan dengan cara pembakaran pada temperatur yang sangat tinggi (>800ºC) untuk mereduksi sampah yang tergolong mudah terbakar (combustible), yang sudah tidak dapat didaurulang lagi Sasaran insinerasi adalah untuk mereduksi massa dan volume buangan, membunuh bakteri dan virus dan meredukdi materi kimia toksik, serta memudahkan penanganan limbah selanjutnya. Insinerasi dapat mengurangi volume buangan padat domestik sampai 85-95 % dan pengurangan berat sampai 70-80%.
teknologi insinerasi mempunyai beberapa sasaran, yaitu:
a. Mengurangi massa / volume: proses insinerasi adalah proses oksidasi (dengan oksigen atau udara) limbah combustible pada temperatur tinggi. Akan dikeluarkan abu, gas, limbah sisa pembakaran dan abu, dan diperoleh pula enersi panas. Bila pembakaran sempurna, akan tambah sedikit limbah tersisa dan gas yang belum sempurna terbakar (seperti CO). Panas yang tersedia dari pembakaran limbah sebelumnya akan berpengaruh terhadap jumlah bahan bakar yang dipasok. Insinerator yang bekerja terus menerus akan menghemat bahan bakar.
b. Mendestruksi komponen berbahaya: insinerator tidak hanya untuk membakar sampah kota. Sudah diterapkan untuk limbah non-domestik, seperti dari industri (termasuk limbah B3), dari kegiatan medis (untuk limbah infectious). Insinerator tidak hanya untuk membakar limbah padat. Sudah digunakan untuk limbah non-padat, seperti sludge dan limbah cair yang sulit terdegradasi. Teknologi  ini merupakan sarana standar untuk menangani limbah medis dari rumah sakit. Sasaran utamanya adalah mendestruksi patogen yang berbahaya seperti kuman penyakit menular. Syarat utamanya adalah panas yang tinggi (dioperasikan di atas 800o C). Dalam hal ini limbah tidak harus combustible, sehingga dibutuhkan subsidi bahan bakar dari luar
c. Insinerasi adalah identik dengan combustion, yaitu dapat menghasilkan enersi yang dapat dimanfaatkan. Faktor penting yang harus diperhatikan adalah kuantitas dan kontinuitas limbah yang akan dipasok. Kuantitas harus cukup untuk menghasilkan enersi secara kontinu agar suplai enersi tidak terputus.
Teknologi ini mampu melakukan reduksi volume sampah namun teknologi insinerasi membutuhkan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang cukup tinggi. Fasilitas pembakaran ini dianjurkan hanya digunakan untuk memusnahkan/membakar sampah yang tidak bisa didaur ulang, ataupun tidak layak untuk diurug. Alat ini harus dilengkapi dengan sistem pengendalian dan kontrol untuk memenuhi batas-batas emisi partikel dan gas-buang sehingga dipastikan asap yang keluar dari tempat pembakaran sampah merupakan asap/gas yang sudah netral.
Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran bisa digunakan untuk bahan bangunan, dibuat bahan campuran kompos, atau dibuang ke landfill.
Proses insinerasi berlangsung melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:
ü   Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi kering yang akan siap terbakar.
ü  Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, dimana temperatur belum terlalu tinggi
ü  Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.
Agar terjadi proses yang optimal maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menjalankan suatu insinerator, antara lain:
    • Aspek keterbakaran: menyangkut nilai kalor, kadar air, dan kadar abu dari buangan padat, khususnya sampah.
    • Aspek keamanan: menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi logam berat, dan operasional insinerator.
    • Aspek pencegahan pencemaran udara : menyangkut penanganan debu terbang, gas toksik, dan uap metalik.
Terdapat 3 parameter utama dalam operasi insinerator yang harus diperhatikan, yaitu 3-T (Temperature, Time dan Turbulence):
    •  Temperature (Suhu): Berkaitan dengan pasokan oksigen (melalui udara). Udara yang dipasok akan menaikkan temperature karena proses oksidasi materi organik bersifat eksotermis. Temperatur ideal untuk sampah kota tidak kurang dari 800 oC.
    • Time (waktu): Berkaitan dengan lamanya fasa gas yang harus terpapar dengan panas yang telah ditentukan. Biasanya sekitar 2 detik pada fase gas, sehingga terjadi pembakaran sempurna.
    • Turbulensi: Limbah harus kontak sempurna dengan oksigen. Insinerator besar diatur dengan kisi-kisi atau tungku yang dapat bergerak, sedang insinerator kecil (modular) tungkunya adalah statis.
Skema insinerator kapasitas besar untuk sampah kota umumnya terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:
ü  Unit Penerima: perlu untuk menjaga kontinuitas suplai sampah.
ü  Sistem Feeding/Penyuplai: agar instalasi terus bekerja secara kontinu tanpa tenaga manusia.
ü  Tungku pembakar: harus bisa mendorong dan membalik sampah.
ü  Suplai udara: agar tetap memasok udara sehingga sistem dapat terbakar. Pasokan udara daribawah adalah suplai utama. Udara sekunder perlu untuk membakar bagian-bagian gas yang tidak sempurna.
ü   Kebutuhan udara: tergantung dari jenis limbah
ü  Pembubuhan air: mendinginkan residu/abu dan gas yang akan keluar stack agar tidak mencemari lingkungan.
ü  Unit pemisah: memisahkan abu dari bahan padat yang lain.
ü  APC (Air Pollution Control): terdapat beragam pencemaran yang akan muncul, khususnya: Debu atau partikulat, Air asam, Gas yang belum sempurna terbakar: CO, Gas-gas hasil pembakaran seperti CO2, NOx , SOx, Dioxin, Panas. Setiap jenis pencemar, membutuhkan APC yang sesuai pula, sehingga bila seluruh jenis pencemar ini ingin dihilangkan, maka akan dibutuhkan serangkaian unit-unit APC yang sesuai. Pada insinerator modular yang sering digunakan di kota-kota di Indonesia, dapat dikatakan sarana ini belum dilengkapi unit APC, paling tidak untuk mengurangi partikel-partikel debu yang keluar.
ü  Cerobong (stack): semakin tinggi akan semakin baik, terutama untuk daerah sekitarnya, tetapi tidakberarti tidak mengotori udara. Dengan cerobong yang tinggi maka terjadi pendinginan-pengenceran.
ü  Dinding insinerator harus tahan panas, dan tidak menyalurkan panas keluar.
Nilai kalor sampah Indonesia mencapai 1.000 – 2.000 kkal/kg-kering. Proses insinerasi ekonomis bila sampah memiliki nilai kalor paling tidak 2.000 kkal/kg-kering, sehingga tidak dibutuhkan enersi tambahan dari luar. Kebutuhan oksigen dan nilai kalor yang dikandungnya dapat dihitung berdasarkan metode pendekatan kadar unsur sampah, misalnya dengan rumus kimia sampah Indonesia dengan dominasi rata–rata kandungan sampah organik sekitar 60%, sampah plastik 17%, dan sampah kertas 16% adalah C351,42H2.368,63O1.099,65N13,603S.
  • Insinerator dapat dibagi berdasarkan perbedaan:
a. Cara pengoperasian: batch atau kontinu
b. Tungku yang digunakan:
− Statis (insinerator modular atau kecil, seperti insinerator RS)
Mechanical stoker : biasanya untuk sampah kota
Fluiduized bed : biasanya untuk limbah homogen
Rotary kiln : untuk limbah industri (limbah padat atau cair)
Multiple hearth : untuk limbah industri
c. Cara penyuplaian limbah: dikaitkan dengan fasa limbah (padat, gas, sludge, slurry)
Masing-masing jenis kemudian berkembang lagi, misalnya dalam insenarator modular dikenal insinerator kamar-jamak, yang kemudian dibagi lagi menjadi:
Multi chambre
Multi chambre – starved control-air
Insinerator Modular
Di Indonesia, penggunaan insinerator skala kota baru dilaksanakan di Surabaya. Namun karena permasalahan teknis yang sejak awal telah terjadi, insinerator ini cendererung kurang berfungsi. Insinerator skala modular (skala kecil), banyak dicoba di beberapa kota di Indonesia, walaupun ternyata mengalami beberapa permasalahan, seperti mahalnya biaya operasi, timbulnya permasalahan lingkungan yang terlihat nyata secara visual seperti asap dan bau.
Beberapa informasi di bawah ini menjelaskan secara ringkas tentang insinerator jenis modular dengan:
a. Pemasokan limbah dapat dilakukan:
            − Secara manual: khususnya untuk insinerator kecil
            − Secara mekanis/hidrolis: memperpanjang waktu operasi
            − Bila pemasokan limbah dilakukan secara kontinu tanpa mematikan dan mendinginkan ruang pembakaran, akan dihemat bahan bakar dan kontinuitas operasi dapat dijamin.
b. Pengoperasian:
            − Pengoperasian secara batch dengan pemasokan manual
            − Pengoperasian secara batch dengan pemasokan semi kontinu
            − Pengoperasian secara kontinu: untuk skala di atas 40 ton/hari.
            − Pengeluarkan abu: bila abu dapat dikeluarkan secara terus menerus, ruang pembakaran akan tetap tersedia untuk limbah yang baru. Pengeluaran abu dapat dilakukan:
ü  Secara manual
ü  Secara mekanis: biasanya di atas 20 ton/hari
c. Insinerator yang paling sederhana adalah 1 kamar. Selanjutnya dikenal insinerator kamar-jamak dengan sasaran:
                        − Menghemat bahan bakar
                        − Menghemat enersi untuk suplai udara
                        − Mempertahan temperatur
                        − Kontrol pencemaran udara
d. Kapasitas nominal tungku pembakaran: dinyatakan sebagai Kg/jam, Ton/hari atau m3/jam untuk 8 jam kerja per shift. Kapasitas pembakaran biasanya digunakan tidak lebih dari 75%.
e. Pasokan oksigen dilakukan dengan memasukkan udara secara:
                       − Manual: untuk insinerator sederhana
                       − Blower: memasok udara dengan debit tetap atau debit yang disesuaikan dengan kebutuhan.
f. Limbah yang baru dimasukkan (dingin) membutuhkan pasokan api melalui burner (pembakar bahan bakar). Bila limbahnya combustible maka limbah selanjutnya berfungsi sebagai bahan bakar. Jumlah burner, konsumsi dan jenis bahan bakar, perlu diperhatikan dalam memilih incinerator. Tambah besar kapasitas insinerator, tambah sedikit bahan bakar yang dibutuhkan per satuan limbah yang akan dibakar.
g. Dinding Isolasi panas berfungsi untuk menghemat bahan bakar dan mempertahankan temperatur. Dinding insinerator yang baik biasanya berlapis-lapis, yang terdiri dari:
ú   Lapis luar: baja tahan karat dengan ketebalan tertentu (mis 6 mm), dicat dengan cat tahan temperatur tinggi
ú   Lapis tengah: isolator panas dengan ketebalan tertentu, dengan baha seperti asbes, atau kalsium silikat dsb
ú   Lapis dalam: langsung kontak dengan temperatur tinggi, misalnya dari bahan bata tahan api
h. Tinggi dan bahan cerobong: tambah tinggi cerobong, udara panas yang keluar akan tambah terencerkan dan tersebar secara baik di lingkungan.
i. Panel pengontrol dan petunjuk: digunakan untuk mengetahui debit udara, temperatur, alat untuk mengontrol waktu operasi (timer), dsb.
j. Bangunan pelindung: untuk melindungi dari hujan dsb
k. Perlengkapan pengendali pencemaran udara: biasanya dijual terpisah dari insinerator. Dikenal beberapa pengontrol, seperti: pengontrol partikulat (bag house, scruber, dsb), pengontrol uap asam (scruber basa, dsb), pengontrol gas-gas spesifik, dsb.

Unknown

Artikel Boleh Di Sebar Luaskan Dan Jangan Lupa Sertakan Link Sumbernya

0 komentar:

Post a Comment

Tinggalkan Komentar anda di sini !

 

Copyright @ 2014 Aditya Blogz.

Designed by MR Save | Aditya Blogz